FISIKA LINGKUNGAN
Jumat, 25 Oktober 2019
Pengukuran Kuat Penerangan di Ruang Kamar
PENGUKURAN KUAT PENERANGAN DI RUANG KAMAR
Assalamualaikum wr.wb
Kali ini admin akan manshare hasil pengukuran kuat cahaya di tempat admin.
Seperti
yang kita ketahui bahwa untuk mengukur pencahayaan atau penerangan alat yang
digunakan adalah lux meter, nah berhubung admin gak punya lux meter jadi admin
pakek alternatif menggunakan lux meter dalam bentuk aplikasi hp saja.
Ruangan yang admin ukur pencahayaannya itu adalah kamar tidur admin
dengan luas seluas lapangan sepak bola, mwehehehe ... canda. Luasnya 5 kali 4
meter atau 4 kali 4 meter kayaknya.
A. Alat
Adapun alat
yang digunakan dalam pengkuran ini adalah:
1.
Lux meter
2.
Alat tulis
B. Bahan
Bahan yang
digunakan dalam pengukuran cahaya adalah cahaya yang ada di tempat (kamar tidur)
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
1. Lokasi Pengukuran :
2. Waktu Praktikum : 19.30-20.00 WIB
Berdasarkan metode pengukuran pencahayaan general, didapatkan
hasil sebagai berikut:
a. Perhitungan luas ruangan kamar
L = panjang (p) x lebar
(l)
L = 5 m x 4 m
L = 20 meter
b. Penentuan titik potong
Luas perpustakaan berada pada rentang 10 m2 – 100 m2,
maka titik potong dilakukan setiap jarak 3 meter baik panjang maupun lebarnya.
1
|
2
|
|
3
|
4
|
|
|
|
|
Keterangan : 1 = 48 lux
2 = 55 lux
3 = 42 lux
4 = 50 lux
B.
Pembahasan
Berdasarkan
dat yang diperoleh dari pengukuran penerangan yang telah admin lakukan maka
rata-rata penerangan di kamar tidur admin adalah 48,75 lux. Nah penerangannya
itu sebenarnya kurang baik ya, kurang memenuhi standar untuk ruangannya, ya
.... maklumi saja admin emang udah lama belum ganti bola lampu. Hehehe...
Kalau
nanya berapa standar penerangan yang baik, buka saja postingan admin sebelumnya
... dijamin ada kok.
See
u all
Love
ya
Global Warming
GLOBAL WARMING
Assalamualaikum wr.wb
Postingan kali ini admin akan membahas tentang global warming, alias pemanasan global.
Selamat membaca~~~
2.1.Pengertian
Pemanasan Global (Global warming)
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata
global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ±
0.32 °F) selama seratus tahun
terakhir. Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu
permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu
disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas
rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang
berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100,
pemanasan dan kenaikan muka air lautdiperkirakan akan terus berlanjut selama
lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini
mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
2.2.Penyebab Pemanasan Global (Global warming)
1. Efek Rumah Kaca
Segala
sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar
energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek. Ketika energi ini tiba
permukaan Bumi, ia berubah menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan
Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian
dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan
metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan
memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas
tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus
sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Efek
rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi,
karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata
sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari
suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga
es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila
gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan
global.
2. Efek Umpan
Balik
Penyebab
pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang
dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan
akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan
menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air
sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah
jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap
air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh
akibat gas CO2 sendiri. Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan
karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek
umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila
dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke
permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat
dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra
merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya
menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail
tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut.
Umpan
balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo)
oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair
dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut,
daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki
kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan
akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah
pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu
siklus yang berkelanjutan.
Umpan
balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku
(permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan.
Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan
balik positif.
Kemampuan
lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini
diakibatkan oleh menurunnya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga
membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap
karbon yang rendah.
3. Variasi Matahari
Terdapat
hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan
diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan
saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah
kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer
sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer.
Ada
beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin
telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University
memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50%
peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35%
antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim
yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek
gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga
mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga
telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa dengan
meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian
besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas
rumah kaca.
Pada
tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss
menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat “keterangan”
dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi
peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat “keterangannya” selama 30 tahun
terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global.
Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan
antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui
variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
2.3 Mengukur pemanasan global
Data
terkini dari Badan Urusan Kelautan dan Atmosfir Amerika Serikat (NOAA),
mengatakan bahwa April 2010 dianggap sebagai yang terpanas dibanding bulan yang
sama di tahun-tahun sebelumnya. Ya, menurut NOAA sebagaimana dilansir Associated
Press dan dikutip Viva, sepanjang abad ke-20 hingga tahun
lalu, suhu rata-rata permukaan Bumi di bulan April adalah 13,7 derajat Celcius.
Namun, pada April 2010, suhu mencapai 14,5 derajat celcius. Ini terbukti usai
NOAA meneliti suhu rata-rata permukaan Bumi berdasarkan kombinasi suhu
permukaan darat dan laut. Pusat Data Iklim Nasional NOAA, Senin 17 Mei 2010,
juga menyebutkan suhu rata-rata Bumi mencapai rekor paling tinggi selama
periode Januari-April 2010.
Selama
periode tersebut, suhu rata-rata adalah 13,3 derajat Celcius. Mongolia, Rusia
bagian timur, sebagian besar wilayah China, Amerika Serikat bagian barat, dan
sebagian Amerika Selatan pada bulan lalu lebih dingin dibanding biasanya,
tetapi sebagian besar wilayah lain di dunia mencapai rekor suhu lebih tinggi
dibanding rata-rata. Wilayah yang memiliki suhu di atas rata-rata antara lain
Kanada, Alaska, Amerika Serikat bagian timur, Australia, Asia Selatan, Afrika
bagian utara, dan Rusia bagian utara.Menurut pakar iklim, pemanasan El Nino di
Samudera Pasifik melemah pada April karena anomali suhu permukaan air laut
berkurang. Dan, laporan yang dirilis Senin kemarin juga menyebutkan bahwa
volume es di Kutub Utara selama April lalu kembali menyusut. Ini merupakan
penurunan berturut-turut dalam 11 bulan terakhir. Saat ini luas dataran es di
Kutub Utara tinggal sekitar 14,7 juta kilometer persegi. Sedangkan wilayah es
di Kutub Selatan pada April lalu 0,3 persen di bawah rata-rata menurut
pengukuran selama periode 1979-2000. Laporan ini dirilis karena para ilmuwan
sedang berusaha mengangkat kembali isu pemanasan global.
Pada
awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan
mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata
global. Hipotesis ini
dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program
penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel
atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil
pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di
atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat.
Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan
konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para
ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak
mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu
ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun
pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu
kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak
memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini
hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Pada
awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan
mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata
global. Hipotesis ini
dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program
penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel
atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil
pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di
atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat.
Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan
konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para
ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak
mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu
ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun
pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu
kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak
memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini
hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
2.4.Dampak Pemanasan
Global (Global warming)
Para
ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan
sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model
tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak
pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian,
kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
Dampak-dampaknya diantaranya :
1. Iklim Mulai Tidak
Stabil
Para
ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari
belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari
daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan
daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara
tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak
akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang
ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam
akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan
malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah
hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari
lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut
malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini
disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada
atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang
lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa
luar, dimana hal
ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air).
Kelembaban
yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen
untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah
meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi
lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya
beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup
lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane)
yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar.
Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin
mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
2. Peningkatan permukaan
laut
Ketika
atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga
volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga
akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang
lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah
meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan
IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada
abad ke-21.
Perubahan
tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan
100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda,
17,5 persen daerah Bangladesh,
dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan
meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang
akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang
sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin
mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.Bahkan sedikit
kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan
50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai
di Amerika Serikat.
Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah
yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dariFlorida Everglades.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah
perkotaan sehingga pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang
dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh
material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca
yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit.
Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen
permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini
menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar
terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun
terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga
tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling
panas.
Dalam
laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah
meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju
bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang
menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur
rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC
panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak
bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode
tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan
tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu
menyerapnya kembali.
Jika
emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi
karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal
abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi
perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim
ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi
masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar.
3. Suhu global
cenderung meningkat
Orang mungkin
beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari
sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian
Selatan Kanada,
sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah
hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi
kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian
gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita
jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi
sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam.
Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang
lebih hebat.
4. Gangguan ekologis
Hewan
dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan
ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global,
hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan.
Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya
menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi
perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang
terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati.
Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub
mungkin juga akan musnah.
5. Dampak sosial dan
politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat
menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan danmalnutrisi.
Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat
mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian
akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi,defisiensi mikronutrien,
trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit
melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne
diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem)
baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka
ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri,
plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala
organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies
yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan
ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim
(Climate change)yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu
seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan
tidak menentu)
Gradasi Lingkungan
yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada
waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara
hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi
terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi,coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
6. Hilangnya
Lautan Es
Menurut
WWF, bahkan pemanasan global kurang dari 2°C dapat memicu hilangnya lautan es
kutub utara dan pencairan lapisan es di Greenland . Efek timbal balik kekuatan
yang tak terduga ini adalah penyebab terlampauinya titik-titik kritis tersebut.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan permukaan laut beberapa meter secara
global yang akan mengancam puluhan juta manusia di dunia.
Kapasitas
penyimpanan CO2 di lautan dan daratan – penyerapan alami bumi– telah turun
sekitar 5% selama lebih dari 50 tahun belakangan ini. Pada saat yang bersamaan,
emisi CO2 manusia yang berasal dari bahan bakar fosil terus meningkat – empat
kali lipat lebih cepat di dekade ini daripada dekade sebelumnya. WWF mendesak
para pemerintah tersebut memanfaatkan konferensi Poznan sebagai titik balik
untuk menghindari arah kehancuran yang sedang dituju oleh dunia saat ini.
2.5.Cara mencegah Pemanasan Global(Global warming)
- Kurangi konsumsi daging. Berdasarkan penelitian, untuk menghasilkan 1 kg daging, sumber daya yang dihabiskan setara dengan 15 kg gandum. Bayangkan bagaimana kita bisa menyelamatkan bumi dari kekurangan pangan jika kita mengurangi konsumsi daging. Peternakan juga penyumbang 18% jejak karbon dunia, yang mana lebih besar dari sektor transportasi (mobil, motor, pesawat, dll). Belum ditambah lagi dengan bahaya gas-gas rumah kaca tambahan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan lainnya, seperti metana yang notabene 3 kali lebih berbahaya dari CO2 dan gas NO yang 300 kali lebih berbahaya dari CO2. Dan yang pasti banyak manfaat kesehatan dan spiritual jika mengurangi konsumsi daging.
- Makan dan masaklah dari bahan yang masih segar. Menghindari makanan yang sudah diolah atau dikemas akan menurunkan energi yang terbuang akibat proses dan transportasi yang berulang-ulang. Makanan segar juga lebih sehat bagi tubuh.
- Beli produk lokal, hasil pertanian lokal lebih murah dan juga menghemat energi, terutama jika menghitung energi dan biaya transportasinya. Makanan organik lebih ramah lingkungan, tetapi periksa juga asalnya. Jika diimpor dari daerah lain, kemungkinan emisi karbon yang dihasilkan akan lebih besar daripada manfaatnya.
- Daur ulang aluminium, plastik, dan kertas. Akan lebih baik lagi jika Anda bisa menggunakannya berulang-ulang. Energi untuk membuat satu kaleng aluminium setara dengan energi untuk menyalakan TV selama 3 jam.
- Beli dalam kemasan besar. Akan jauh lebih murah, juga menghemat sumber daya untuk kemasan. Jika terlalu banyak, ajaklah teman atau saudara Anda untuk berbagi saat membelinya.
- Matikan oven Anda beberapa menit sebelum waktunya. Jika tetap dibiarkan tertutup, maka panas tersebut tidak akan hilang.
- Hindari fast food. Fast food merupakan penghasil sampah terbesar di dunia. Selain itu konsumsi fast food juga buruk untuk kesehatan.
- Bawa tas yang bisa dipakai ulang. Bawalah sendiri tas belanja, dengan demikian Anda mengurangi jumlah tas plastik/kresek yang diperlukan. Belakangan ini beberapa pusat perbelanjaan besar di Indonesia sudah mulai mengedukasi pelanggannya untuk menggunakan sistem seperti ini. Jadi sambutlah iktikad baik mereka untuk menyelamatkan lingkungan.
- Gunakan gelas yang bisa dicuci. Jika Anda terbiasa dengan cara modern yang selalu menyajikan minum bagi tamu dengan air atau kopi dalam kemasan. Beralihlah ke cara lama kita. Dengan menggunakan gelas kaca, keramik, atau plastik food grade yang bisa dicuci dan dipakai ulang.
- Berbelanjalah di lingkungan sekitar. Akan sangat menghemat biaya transportasi dan BBM.
- Tanam pohon setiap ada kesempatan. Baik di lingkungan ataupun berpartisipasi dalam program penanaman pohon. Bisa dengan menyumbang bibit, dana, dan lain-lain. Tergantung kesempatan dan kemampuan.
2.6. Bencana Besar Akibat Pemanasan Global(Global
warming)
Apa
saja bencana mematikan yang ditimbulkan oleh global warming ? Beberapa
diperkirakan bakal terjadi puluhan tahun ke depan, tapi sebagian lagi sudah
terjadi sejak beberapa tahun yang lalu. Silahkan simak bencana besar yang akan
terjadi akibat global warming di bawah ini. Hal ini bukan untuk menakut-nakuti
, tapi mudah-mudahan bikin kita semua tergerak untuk menjaga kelestarian alam
yang hijau.
1. Gletser Menciut
Gletser adalah daratan
yang terbuat dari es. Gletser bakal ikut meleleh dan menciut seiring dengan
bertambahnya suhu bumi. Suhu bumi meningkat karena tingginya emisi gas rumah
kaca di atmosfer. Selama tahun 1990- 2005 saja suhu bumi naik 0,15 – 0,3
derajat celcius. Gletser Himalaya yang memasok air ke sungai Gangga sekaligus
menyediakan irigasi dan suplai air minum untuk 500 juta penduduk,menyusut 37
meter pertahun.Gletser di kutub semakin cepat mencair hingga membuat permukaan
air laut di bumi naik.
2. Pulau Tenggelam
Indonesia , Amerika
Serikat, dan Bangladesh adalah beberapa negara yang paling terancam tenggelam.
Bahkan beberapa pulau di Indonesia sudah hilang tenggelam. Ini disebabkan
mencairnya permukaan gletser di kutub yang membuat volume air laut meningkat
drastis. Menyusutnya hutan bakau memperparah pasangnya air laut. Sekarang saja
pasang air laut Pantai Kuta telah membanjiri beberapa lobi hotel disekitarnya.
Pulau Jawa juga bernasib sama , sampai saat ini permukaan Teluk Jakarta sudah
naik 0,8 cm. Dan kalau suhu bumi terus naik , tahun 2050 derah-daerah Jakarta
dan Bekasi seperti Kosambi , Penjaringan , Cilincing , Muaragembong , dan
Tarumajaya akan terendam.
3. Badai
Badai memang bisa
terjadi karena kehendak alam. Tapi suhu air yang menghangat akibat global
warming mendukung terjadinya badai yang jauh lebih kuat dan besar. Beberapa
tahun belakangan ini , negara-negara di Eropa, Amerika, dan Karibia telah
mengalami begitu banyak badai dibandingkan abad sebelumnya. Bahkan badai-badai
tersebut bukan cuma badai biasa, namun masuk kategori badai mematikan , seperti
badai katrina,badai ike, badai nargis, badai rita,dll.
4. Gelombang Panas
Tahun 2003 lalu, Eropa
diserang gelombang panas alias heat wave , yang menewaskan banyak orang.
Mengejutkan ! Tapi bencana ini sudah diperkirakan ratusan tahun yang lalu , tepatnya
tahun 1900 oleh para ilmuwan di masa itu . Gelombang panas memang pernah terjad
beberapa kali di bumi , namun belakangan ini makin sering terjadi. Dan
diperkirakan 40 tahun lagi frekwensinya akan meningkat 100 kali lipat.
5. Kekeringan
Afrika, India, dan
daerah-daerah kering lainnya bakal menderita kekeringan lebih parah ! Air akan
makin sulit di dapat dan tanah tak bisa ditanami apa-apa lagi, hingga suplai
makanan berkurang drastis. Ilmuwan memperkirakan hasil tani negara-negara
Afrika akan menurun 50 % di tahun 2020 , dan tingkat kekeringan di dunia
meningkat 66 % . Tak terbayang kalau kekeringan ini sampai terjadi di bumi ini.
6. Perang dan
Konflik
Negara yang kekurangan
air dan bahan pangan kemungkinan besar akan mengalami panik dan berubah jadi
agresif. Lalu bukan tak mungkin mereka berusaha saling merebut lahan yang belum
rusak.
7. Penyakit Merajalela
Malaria, demam
berdarah , ebola , dan banyak penyakit yang dulu cuma di anggap sebagai
penyakit negara tropis , bisa menyebar ke berbagai negara Eropa yang dikenal
dingin. Penyebabnya apalagi kalau bukan banjir atau kekeringan yang mengundang
banyak hewan pembawa penyakit bersarang disana!!!
8. Perekonomian Kacau
Ladang tani ,
perkebunan yang biasanya menghasilkan akan musnah ole banjir atau kekeringan.
Penduduk akan di buat makin menderita karena stok bahan pangan dan kebutuhan
pokok lainnya akan jauh berkurang dan harganya pasti akan melambung naik.
Pemerintah juga membutuhkan biaya yang banyak untuk membangun kembali wilayah
yang terkena bencana dan menanggulangi penyakit yang mewabah.
9. Ekosistem Hancur
Perubahan iklim yang
terjadi akibat global warming akan menghancurkan ekosistem yang ada. Setelah
sebagian mahkluk hidup di bumi musnah akibat bencana kekeringan, banjir ,
badai, atau ditenggelamkan air laut, mahkluk hidup yang tersisa bakal mengalami
kesulitan untuk bertahan hidup. Penyebabnya adalah berkurangnya sumber air ,
udara bersih, bahan bakar , sumber energi , bahan makanan, obat-obatan yang
dibutuhkan untuk survive.
10. Mahkluk Hidup
Punah
Sebanyak 30 % mahkluk
hidup yang ada sekarang bakal musnah tahun 2050 kalau temperatur bumi terus
naik. Spesies yang punah ini kebanyakan yang habitatnya di tempat dingin .
Hewan-hewan laut diperkirakan banyak yang tak bisa bertahan setelah suhu air
laut jadi menghangat. Kalau tumbuhan dan hewan makin berkurang, jelas manusia
akhirnya terancam karena kekurangan bahan makanan.
Sumber:
Hisk... admin lupa sumbernya dari mana.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
MEKANISME PERUSKAN OZON OLEH CFC Assalamualaikum wr.wb. CFC oh CFC. Hari ini kita akan membahas tentang CFC yang mampu menipiskan o...
-
PENCAHAYAAN Assalamualaikum wr.wb Terang itu indah.... karenanya kali ini admin memposting tentang Pencahayaan. Selamat membaca ...
-
ATMOSFER BUMI Assalamualaikum wr.wb Ini postingan kedua admin, selamat membaca Bumi merupakan satu-satunya planet yang dapat ...